Kamis, 02 Mei 2013

KRISIS EKONOMI

PENGANTAR EKONOMI MAKRO

KRISIS EKONOMI

Krisis ekonomi, yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Memang krisis ini tidak seluruhnya disebabkan karena terjadinya krisis moneter saja, karena sebagian diperberat oleh berbagai musibah nasional yang datang secara bertubi-tubi di tengah kesulitan ekonomi seperti kegagalan panen padi di banyak tempat karena musim kering yang panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan secara besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang melanda banyak kota pada pertengahan Mei 1998 lalu dan kelanjutannya.
Krisis moneter ini terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus. Namun di balik ini terdapat beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif. Pada saat yang bersamaan kurangnya transparansi dan kurangnya data menimbulkan ketidak pastian sehingga masuk dana luar negeri dalam jumlah besar melalui sistim perbankan yang lemah. Sektor swasta banyak meminjam dana dari luar negeri yang sebagian besar tidak di hedge. Dengan terjadinya krisis moneter, terjadi juga krisis kepercayaan. Namun semua kelemahan ini masih mampu ditampung oleh perekonomian nasional. Yang terjadi adalah, mendadak datang badai yang sangat besar, yang tidak mampu dbendung oleh tembok penahan yang ada, yang selama bertahun-tahun telah mampu menahan berbagai terpaan gelombang yang datang mengancam.
Sebagai konsekuensi dari krisis moneter ini, Bank Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, khususnya dollar AS, dan membiarkannya berfluktuasi secara bebas (free floating) menggantikan sistim managed floating yang dianut pemerintah sejak devaluasi Oktober 1978. Dengan demikian Bank Indonesia tidak lagi melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menopang nilai tukar rupiah, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar semata. Nilai tukar rupiah kemudian merosot dengan cepat dan tajam dari rata-rata Rp 2.450 per dollar AS Juni 1997 menjadi Rp 13.513 akhir Januari 1998, namun kemudian berhasil menguat kembali menjadi sekitar Rp 8.000 awal Mei 1999.
PENYEBAB KRISIS
Penyebab dari krisis ini bukanlah fundamental ekonomi Indonesia yang selama ini lemah, tetapi terutama karena utang swasta luar negeri yang telah mencapai jumlah yang besar. Yang jebol bukanlah sektor rupiah dalam negeri, melainkan sektor luar negeri, khususnya nilai tukar dollar AS yang mengalami overshooting yang sangat jauh dari nilai nyatanya. Krisis yang berkepanjangan ini adalah krisis merosotnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam, akibat dari serbuan yang mendadak dan secara bertubi-tubi terhadap dollar AS (spekulasi) dan jatuh temponya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar.
Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersamasama membuat krisis menuju ke arah kebangkrutan. Yang pertama adalah akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992 hingga Juli 1997, sehingga 95% dari total kenaikan utang luar negeri berasal dari sektor swasta ini, dan jatuh tempo rata-ratanya hanyalah 18 bulan. Bahkan selama empat tahun terakhir utang luar negeri pemerintah jumlahnya menurun. Sebab yang kedua adalah kelemahan pada sistim perbankan. Ketiga adalah masalah governance, termasuk kemampuan pemerintah menangani dan mengatasi krisis, yang kemudian menjelma menjadi krisis kepercayaan dan keengganan donor untuk menawarkan bantuan finansial dengan cepat. Yang keempat adalah ketidak pastian politik menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan Presiden Soeharto pada waktu itu.
Penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor lainnya yang berbeda menurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:
1.      Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya.
2.      Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor yang kualitasnya lebih baik.
3.      Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya, ditambah sistim perbankan nasional yang lemah. Ada tiga pihak yang bersalah di sini, yaitu pemerintah, kreditur dan debitur. Kesalahan pemerintah adalah, karena telah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiah terus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi, sehingga pinjaman dalam rupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah. Sebaliknya, tingkat bunga di dalam negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelarian dana ke luar negeri dan agar masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah. Bagi debitur dalam negeri, terjadinya utang swasta luar negeri dalam jumlah besar ini, di samping lebih menguntungkan, juga disebabkan suatu gejala yang dalam teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of thinking, di mana pengusaha beramai-ramai melakukan investasi di bidang yang sama meskipun bidangnya sudah jenuh, karena masing-masing pengusaha hanya melihat dirinya sendiri saja dan tidak memperhitungkan gerakan pengusaha lainnya. Pihak kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan. Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh debitur.
4.      Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar.
5.      Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pita batas intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah dan mengundang tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997.
6.      Defisit neraca berjalan yang semakin membesar,  yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.
7.      Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran di iming-imingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar. Selisih tingkat suku bunga dalam negeri dengan luar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang relatif besar dengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat devaluasi yang relatif stabil sekitar 4% per tahun sejak 1986 menyebabkan banyak modal luar negeri yang mengalir masuk. Setelah nilai tukar Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, dana modal asing terus mengalir ke luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bunga yang tinggi atas surat-surat berharga Indonesia. Kesalahan juga terletak pada investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan resiko.  Krisis ini adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah.
8.       IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran dana bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu Indonesia juga menunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari IMF, padahal keadaan perekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk.
9.      Spekulan domestik ikut bermain. Para spekulan ini pun tidak semata-mata menggunakan dananya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim perbankan untuk bermain.
10.  Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah. Terjadilah snowball effect, di mana serbuan terhadap dollar AS makin lama makin besar.
11.  Terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang, yang nilainya melemah terhadap dollar AS. Setelah Plaza-Accord tahun 1985, kurs dollar AS dan juga mata uang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen Jepang, karena mata uang Negara-negara Asia ini dipatok dengan dollar AS. Daya saing negara-negara Asia Timur meningkat terhadap Jepang, sehingga banyak perusahaan Jepang melakukan relokasi dan investasi dalam jumlah besar di negara-negara ini. Tahun 1995 kurs dollar AS berbalik menguat terhadap yen Jepang, sementara nilai utang dari negara-negara ini dalam dollar AS meningkat karena meminjam dalam yen, sehingga menimbulkan krisis keuangan.
Timbulnya krisis berkaitan dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor ekonomi luar negeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri, meskipun kelemahan sector riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap melemahnya nilai tukar rupiah.

DAMPAK DARI KRISIS
Semua permasalahan dalam krisis ekonomi berputar-putar sekitar kurs nilai tukar valas, khususnya dollar AS, yang melambung tinggi jika dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap, bahkan dalam beberapa hal turun ditambah PHK, padahal harga dari banyak barang naik cukup tinggi, kecuali sebagian sektor pertanian dan ekspor. Imbas dari kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam secara umum sudah kita ketahui: kesulitan menutup APBN, harga telur/ayam naik, utang luar negeri dalam rupiah melonjak, harga BBM/tarif listrik naik, tarif angkutan naik, perusahaan tutup atau mengurangi produksinya karena tidak bisa menjual barangnya dan beban utang yang tinggi, toko sepi, PHK di mana-mana, investasi menurun karena impor barang modal menjadi mahal, biaya sekolah di luar negeri melonjak. Dampak lain adalah laju inflasi yang tinggi, yang bukan disebabkan karena imported inflation, tetapi lebih tepat jika dikatakan foreign exchange induced inflation. Masalah ini hanya bisa dipecahkan secara mendasar bila nilai tukar valas bisa diturunkan hingga tingkat yang wajar atau nyata (riil). Dengan demikian roda perekonomian bisa berputar kembali dan harga-harga bisa turun dari tingkat yang tinggi dan terjangkau oleh masyarakat, meskipun tidak kembali pada tingkat sebelum terjadinya krisis moneter.
Pada sisi lain merosotnya nilai tukar rupiah secara tajam juga membawa hikmah. Secara umum impor barang menurun tajam termasuk impor buah, perjalanan ke luar negeri dan pengiriman anak sekolah ke luar negeri, kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar, daya saing produk dalam negeri dengan tingkat kandungan impor rendah meningkat sehingga bisa menahan impor dan merangsang ekspor khususnya yang berbasis pertanian, proteksi industri dalam negeri meningkat sejalan dengan merosotnya nilai tukar rupiah, pengusaha domestik kapok meminjam dana dari luar negeri. Hasilnya adalah perbaikan dalam neraca berjalan. Petani yang berbasis ekspor penghasilannya dalam rupiah mendadak melonjak drastis, sementara bagi konsumen dalam negeri harga beras, gula, kopi dan sebagainya ikut naik. Sayangnya ekspor yang secara teoretis seharusnya naik, tidak terjadi, bahkan cenderung sedikit menurun pada sektor barang hasil industri. Meskipun penerimaan rupiah petani komoditi ekspor meningkat tajam, tetapi penerimaan ekspor dalam valas umumnya tidak berubah, karena pembeli di luar negeri juga menekan harganya karena tahu petani dapat untung besar, dan negara-negara produsen lain juga mengalami depresiasi dalam nilai tukar mata uangnya dan bisa menurunkan harga jual dalam nominasi valas. Hal yang serupa juga terjadi untuk ekspor barang manufaktur, hanya di sini ada kesulitan lain untuk meningkatkan ekspor, karena ada masalah dengan pembukaan L/C dan keadaan sosial-politik yang belum menentu sehingga pembeli di luar negeri mengalihkan pesanan barangnya ke negara lain.
Sebagai dampak dari krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, pada Oktober 1998 jumlah keluarga miskin diperkirakan meningkat menjadi 7,5 juta, sehingga perlu dilancarkan program-program untuk menunjang mereka yang dikenal sebagai social safety net. Meningkatnya jumlah penduduk miskin tidak terlepas dari jatuhnya nilai tukar rupiah yang tajam, yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara penghasilan yang berkurang karena PHK atau naik sedikit dengan pengeluaran yang meningkat tajam karena tingkat inflasi yang tinggi, sehingga bila nilai tukar rupiah bisa dikembalikan ke nilai nyatanya maka biaya besar yang dibutuhkan untuk social safety net ini bisa dikurangi secara drastis.

ANALISIS
Berikut ini dampak krisis ekonomi terhadap beberapa indikator, antara lain:
1.   Pertumbuhan ekonomi
Seperti kita ketahui, ekonomi dikatakan tumbuh bila titik keseimbangan antara permintaan agregat dan penawaran agregatnya makin baik dibanding periode sebelumnya. Namun, pada masa krisis perusahaan banyak yang tutup atau mengurangi angka produksinya, jadi pada saat itu penawaran agregat justru berkurang. Permintaan agregat pun berkurang karena naiknya harga kebutuhan masyarakat yang tidak sesuai dengan penghasilan mereka yang tidak mencukupi untuk membeli kebutuhan tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa pada masa krisis ekonomi, ekonomi di Indonesia tidak mengalami pertumbuhan, bahkan cenderung memburuk.
2.   Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga yang teru-menerus dan bersifat umum. Laju inflasi pada krisis ekonomi sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya harga-harga kebutuhan masyarakat seperti harga sembako, tarif listrik , juga tarif angkutan karena harga BBM yang juga naik. Hal ini menyebabkan angka kemiskinan meningkat karena penghasilan masyarakat yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.
3.   Pengangguran
Penganggur adalah angkatan kerja yang tidak mendapat pekerjaan. Pada saat krisis ekonomi, jumlah pengangguran meningkat karena banyaknya PHK yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Tingginya tingkat pengangguran berarti bahwa alokasi sumber daya manusia masih belum adil dan/atau efisien karena masih banyaknya SDM yang belum terpakai. Hal ini juga menimbulkan dampak lain, yaitu meningkatnya jumlah penduduk miskin karena berkurangnya penghasilan mereka, akibat dari PHK.
4.   Suku bunga
Dampak dari krisis ekonomi yang lain yaitu tingginya tingkat suku bunga. Hal itu menyebabkan menurunnya investasi. Suku bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan member keuntungan kepada para pengusaha dan dapat dilaksanakan.pengusaha hanya akan menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari investasi yang dilakukan (persentase keuntungan yang akan diperoleh sebelum dikurangi bunga uang yang dibayar) lebih besar dari bunga.
5.   Harga dollar AS
Pada masa krisis ekonomi harga dollar AS melambung tinggi jika dihadapkan dengan pendapatan masyarakat dalam rupiah yang tetap. Nilai tukar rupiah pada masa ini jatuh secara tajam terhadap dollar AS.

Kamis, 24 Januari 2013

Akuntansi Manajemen Sektor Publik



AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
Peran utama akuntansi manajemen sector public adalah menyediakan informasi akuntansi yang akan digunakan oleh manajer public dalam melakukan fungsi perencanaan dan pengendalian organisasi. Informasi akuntansi diberikan sebagai alat atau sarana untuk membantu manajer menjalankan fungsi-fungsi manajemen sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Prinsip akuntansi manajemen sector public tidak banyak berbeda dengan prinsip akuntansi manajemen yang diterapkan pada sector swasta. Akan tetapi, sector public memiliki perbedaan sifat dan karakteristik dengan sector swasta, sehingga penerapan teknik akuntansi manajemen sector swasta tidak dapat diadopsi secara langsung tanpa modifikasi.

AKUNTANSI SEBAGAI ALAT PERENCANAAN ORGANISASI
Dalam hal perencanaan organisasi, akuntansi manajemen berperan dalam pemberian informasi historis dan prospektif untuk memfasilitasi perencanaan. Perencanaan organisasi sangat penting dilakukan untuk mengantisipasi keadaan di masa yang akan datang. Bagi tiap-tiap organisasi, sistem perencanaan berbeda-beda tergantung pada tingkat ketidakpastian dan kestabilan lingkungan yang mempengaruhi. Semakin tinggi tingkat ketidakpastian dan ketidakstabilan lingkungan yang dihadapi organisasi, maka diperlukan sistem perencanaan yang semakin kompleks dan canggih.
Dalam organisasi sektor publik, lingkungan yang mempengaruhi sangat heterogen. Factor politik dan ekonomi sangat dominan dalam mempengaruhi tingkat kestabilan organisasi. Informasi akuntansi diperlukan untuk membuat prediksi-prediksi dan estimasi mengenai kejadian ekonomi yang akan datang dikaitkan dengan keadaan ekonomi dan politik saat ini. Selain itu, globalisasi juga turut menyumbang semakin tingginya ketidakpastian. Dalam era globalisasi yang mana antara negara satu dengan negara lainnya seolah tanpa batas, maka peristiwa disuatu negara akan dengan cepat mempengaruhi negara lain. Untuk itu, akuntansi sebagai alat perencanaan memiliki peran yang sentral dalam menentukan arah organisasi.
Informasi akuntansi sebagai alat perencanaan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.    Informasi sifatnya rutin ataukah ad hoc. Informasi yang bersifat rutin diperlukan untuk perencanaan yang regular, seperti laporan keuangan bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan. Sedangakan informasi yang bersifat ad hoc diperlukan untuk melakukan perencanaan yang temporer.
2.    Informasi kuantitatif ataukah kualitatif
3.    Informasi disampaikan melalui saluran formal ataukah informal. Mekanisme formal misalnya adalah melalui rapat-rapat dinas, rapat komisi, dan sebagainya. Pada organisasi sektor publik, saluran informasi lebih banyak bersifat formal, sedangkan mekanisme informal relatif jarang digunakan karena adanya batasan transparansi dan akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh lembaga-lembaga publik sehingga perencanaan tidak dapat dilakukan secara personal atau hanya melibatkan beberapa orang saja.

AKUNTANSI SEBAGAI ALAT PENGENDALIAN ORGANISASI
Untuk menjamin bahwa strategi untuk mencapai tujuan organisasi dijalankan secara ekonomis, efisien, dan efektif, maka diperlukan suatu sistem pengendalian yang efektif. Organisasi sector public yang sifatnya tidak mengejar laba serta adanya pengaruh politik yang besar, memiliki alat pengendalian yang lebih banyak berupa peraturan birokrasi. Terkait dengan pengukuran kinerja, terutama pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, akuntansi manajemen memiliki peran utama dalam pengendalian organisasi yaitu mengkuantifikasikan keseluruhan kinerja terutama dalam ukuran moneter.
            Dalam memahami akuntansi sebagai alat pengendalian perlu dibedakan penggunaan informasi akuntansi sebagai alat pengendalian keuangan dengan akuntansi sebagai alat pengendalian organisasi. Pengendalian keuangan terkait dengan peraturan atau sistem aliran uang dalam organisasi, khususnya memastikan bahwa organisasi memiliki likuiditas dan solvabilitas yang cukup baik. Pengendalian organisasi adalah terkait dengan pengintegrasian aktivitas fungsional ke dalam sistem organisasi secara keseluruhan. Pengendalian organisasi diperlukan untuk menjamin bahwa organisasi tidak menyimpang dari tujuan dan strategi organisasi yang telah ditetapkan. Pengendalian organisasi memerlukan informasi yang lebih luas dibandingkan pengendalian keuangan. Informasi yang dibutuhkan lebih kompleks tidak sekedar informasi keuangan saja. Sementara itu, untuk tujuan pengendalian organisasi dibutuhkan informasi yang lebih luas meliputi aspek ekonomi, social, dan politik dari investasi yang diajukan.

PERAN AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
Peran utama akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik adalah memberikan informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada manajer untuk melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian organisasi. Peran akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik meliputi:
1.      Perencanaan strategic
Pada tahap perencanaan strategik, manajemen organisasi membuat alternatif-alternatif program yang dapat mendukung strategi organisasi. Peran akuntansi manajemen adalah memberikan informasi untuk menentukan berapa biaya program dan berapa biaya suatu aktivitas, sehingga berdasarkan informasi akuntansi tersebut manajer dapat menentukan berapa anggaran yang dibutuhkan dikaitkan dengan sumber daya yang dimiliki. Akuntansi manajemen pada sektor publik dihadapkan pada tiga permasalahan utama yaitu efisiensi biaya, kualitas produk, dan pelayanan. Untuk dapat menghasilkan kualitas pelayanan publik yang tinggi dengan biaya yang murah, pemerintah harus mengadopsi sistem informasi akuntansi manajemen modern. Terdapat sedikit perbedaan antara sektor swasta dengan sektor publik dalam hal penentuan biaya/pelayanan. Sebagian besar biaya pada sektor swasta cenderung merupakan engineered costs yang memiliki hubungan secara langsung dengan output yang dihasilkan, sementara biaya pada sektor publik sebagian besar merupakan discretionary costs yang ditetapkan di awal periode anggaran dan sering tidak memiliki hubungan langsung antara aktivitas yang dilakukan dengan output yang dihasilkan. Karena sebagian besar biaya yang terjadi di sektor publik merupakan discretionary costs, maka peran manajer publik sangat penting dalam mengendalikan biaya.
2.      Pemberian informasi biaya
Kategori biaya dalam organisasi sektor publik, yaitu:
a.    Biaya input. Biaya input adalah sumber daya yang dikorbankan untuk memberikan pelayanan. Contohnya biaya tenaga kerja dan biaya bahan baku.
b.    Biaya output. Biaya output adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengantarkan produk hingga sampai ke tangan pelanggan. Contohnya untuk perusahaan transportasi massa, biaya mungkin diukur berdasarkan biaya per penumpang.
c.    Biaya proses. Biaya diukur dengan mempertimbangkan fungsi organisasi, misalnya biaya departemen produksi, departemen personalia, biaya dinas dan sebagainya.
Akuntansi manajemen sektor publik memiliki peran yang strategis dalam perencanaan finansial terkait dengan identifikasi biaya-biaya yang terjadi. Akuntansi manajemen sektor publik membutuhkan cost accounting untuk pengambilan keputusan biaya. Akuntansi biaya pada sektor publik berperan untuk memberikan informasi mengenai pengeluaran publik yang dapat digunakan oleh pihak internal (pemerintah) dan pihak eksternal (masyarakat, LSM dan sebagainya) untuk perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Peran akuntansi manajemen dalam pemberian informasi biaya meliputi penentuan klasifikasi biaya, biaya apa saja yang masuk kategori biaya rutin dan biaya modal, controllable dan uncontrollable, biaya tetap dan variable, dan sebagainya.
Proses penentuan biaya meliputi lima aktivitas, antara lain:
1) Cost finding, pada tahap ini pemerintah mengakumulasi data mengenai biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk/jasa pelayanan.
2) Cost recording, pada tahap ini melakukan pencatatan data ke dalam sistem akuntansi organisasi.
3)  Cost analyzing, pada tahap ini mengidentifikasi jenis dan perilaku biaya, perubahan biaya, dan volume kegiatan.
4) Strategic cost management, pada tahap ini yang dilakukan adalah menentukan strategi penghematan biaya agar tercapai value for money. Pendekatan strategik dalam pengurangan biaya memiliki karakteristik berikut:
a)    Manajemen biaya strategik merupakan usaha jangka panjang yang membentuk kultur organisasi agar penurunan biaya menjadi budaya yang mampu bertahan lama.
b)   Berdasarkan kultur perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) dan berfokus pada pelayanan masyarakat.
c)    Manajemen harus bersifat proaktif dalam melakukan penghematan biaya.
d)   Keseriusan manajemen puncak (top manajer) merupakan penentu efektivitas program pengurangan biaya. 
5)   Cost reporting, memberikan informasi biaya yang lengkap kepada pimpinan dalam bentuk internal report, dan kemudian diagresasikan dalam satu laporan yang akan disampaikan kepada pihak eksternal. Informasi akuntansi manajemen hendaknya dapat mendeteksi sumber pemborosan yang masih berpotensi untuk diefisienkan dan mencari teknik penghematan biaya terbaik. Akuntansi manajemen hendaknya dapat mendukung dan memperkuat pelaksanaan prinsip value for money dan public accountability organisasi sektor publik.
3.      Penilaian investasi
Akuntansi manajemen dibutuhkan pada saat organisasi sektor publik hendak melakukan investasi, yaitu untuk menilai kelayakan investasi secara ekonomi dan finansial yang penting untuk menghindari dilakukannya investasi yang tidak layak secara ekonomi dan finansial. Dalam penilaian investasi, faktor yang harus diperhatikan akuntan manajemen adalah tingkat diskonto, tingkat inflasi, tingkat risiko dan ketidakpastian, dan sumber pendanaan untuk investasi yang akan dilakukan.
Penilaian investasi di sektor publik pada dasarnya lebih rumit dibandingkan dengan sektor swasta. Pada sektor swasta ada beberapa teknik penilaian investasi, seperti teknik Net Present Value, Internal Rate of Return, Accounting Rate of Return, Payback Period, dll. Namun, tidak semua jenis investasi di sektor publik dapat dinilai dengan teknik tersebut karena teknik-teknik penilaian investasi di sektor swasta didesain untuk organisasi yang berorientasi pada laba, sedangkan organisasi publik bukan organisasi yang berorientasi pada laba. Selain itu, untuk menentukan keuntungan di masa depan dalam ukuran finansial tidak dapat (sulit) dilakukan.
Penilaian investasi dalam organisasi publik dilakukan dengan menggunakan analisis biaya-manfaat (cost benefit analysis). Terdapat kesulitan dalam menentukan biaya dan manfaat dari investasi yang akan dilakukan karena biaya dan manfaat yang harus dianalisis tidak hanya dilihat dari sisi finansial saja, tetapi harus mencakup biaya sosial dan manfaat yang sangat sulit ditentukan dalam satuan moneter. Untuk memudahkan, kemudian digunakan analisis efektivitas biaya (cost-effectiveness analysis) yang menekankan pada seberapa besar dampak yang dicapai dari suatu investasi dengan biaya tertentu.
4.      Penganggaran
Akuntansi manajemen berbicara tentang perencanaan dan pengendalian, dan salah satu fungsi anggaran adalah sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Sehingga, akuntansi manajemen erat hubungannya dengan penganggaran.
Akuntansi manajemen berperan dalam memfasilitasi terciptanya anggaran publik yang efektif. Terkait dengan tiga fungsi anggaran sebagai alat alokasi sumber daya publik, alat distribusi, dan stabilisasi, maka akuntansi manajemen adalah alat yang vital untuk proses alokasi dan distribusi sumber dana publik secara ekonomis, efisien, efektif, adil, dan merata. Hal ini harus didukung dengan manajemen SDM yang handal, jika tidak, akuntansi manajemen tidak akan banyak bermanfaat karena akuntansi manajemen hanyalah sebagai alat manajemen untuk perencanaan dan pengendalian.
5.      Penentuan biaya pelayanan (cost of services) dan penentuan tarif pelayanan (charging for services)
Akuntansi manajemen digunakan untuk menentukan berapa biaya yang dikeluarkan untuk memberikan pelayanan tertentu dan berapa tarif yang akan dibebankan ke pemakai jasa pelayanan publik, termasuk menghitung subsidi yang diberikan. Tuntutan agar pemerintah meningkatkan mutu pelayanan dan keluhan masyarakat akan besarnya biaya pelayanan merupakan indikasi perlunya perbaikan sistem akuntansi manajemen di sektor publik.
Penentuan biaya pelayanan dan tarif pelayanan adalah satu rangkaian yang membutuhkan informasi akuntansi. Salah satu contohnya, Pemda harus dapat menentukan berapa biaya untuk membangun terminal bus yang tertib, nyaman, dan aman serta biaya operasionalnya. Berdasarkan informasi biaya tersebut, Pemda dapat menentukan berapa tarif pelayanan yang akan dibebankan kepada pemakai jasa pelayanan terminal tersebut. Dengan informasi akuntansi manajemen, sumber-sumber inefisiensi di organisasi dapat dideteksi dan dihilangkan.
6.      Penilaian kinerja
Penilaian kinerja merupakan bagian dari sistem pengendalian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam hal ini, akuntansi manajemen berperan dalam pembuatan indicator kinerja kunci dan satuan ukuran untuk masing-masing aktivitas yang dilakukan.